BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang
Filsafat dan ilmu
adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis
karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaliknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Pada perkembangan selanjutnya, ilmu terbagi
dalam beberapa disiplin, yang membutuhkan pendekatan, sifat, objek, tujuan dan
ukuran yang berbeda antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lainnya
(Semiawan, 2005).
Filsafat ilmu adalah
segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala hal yang
menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan
manusia (The Liang Gie, 2004). Sedangkan menurut Lewis White Beck, filsafat
ilmu bertujuan membahas dan mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta
mencoba menemukan nilai dan pentingnya upaya ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
Pembahasan filsafat ilmu sangat penting
karena akan mendorong manusia untuk lebih kreatif dan inovatif. Filsafat ilmu
memberikan spirit bagi perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai
moral yang terkandung pada setiap ilmu baik pada tataran ontologis,
epistemologis maupun aksiologi.
Ketika kita
membicarakan tahap-tahap perkembangan pengetahuan tercakup pula telaahan
filsafat yang menyangkut pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Pertama, dari segi
ontologis, yaitu tentang apa dan sampai di mana yang hendak dicapai ilmu. Ini
berarti sejak awal kita sudah ada pegangan dan gejala sosial. Dalam hal ini
menyangkut yang mempunyai eksistensi dalam dimensi ruang dan waktu, dan
terjangkau oleh pengalaman inderawi. Dengan demikian, meliputi fenomena yang
dapat diobservasi, dapat diukur, sehingga datanya dapat diolah, diinterpretasi,
diverifikasi, dan ditarik kesimpulan. Telaah yang kedua adalah dari segi
epistimologi, yaitu meliputi aspek normatif mencapai kesahihan perolehan
pengetahuan secara ilmiah, di samping aspek prosedural, metode dan teknik
memperoleh data empiris. Kesemuanya itu lazim disebut metode ilmiah, meliputi
langkah-langkah pokok dan urutannya, termasuk proses logika berpikir yang
berlangsung di dalamnya dan sarana berpikir ilmiah yang digunakannya. Telaah ketiga ialah dari segi aksiologi yaitu
terkait dengan kaidah moral pengembangan penggunaan ilmu yang diperoleh.
Berikut pemakalah akan memaparkan lebih lanjut tentang pembahasan Epistimologi
Filsafat Ilmu.
II.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas dibuat suatu rumusan masalah yaitu sebagai berikut:
1. Pengertian Epistimologi
2. Objek dan Tujuan Epistimologi
3. Landasan Epistimologi
4. Ruang Lingkup Epistimologi
5. Epistimologi Pendidikan
6. Kedudukan Epistimologi Dalam Filsafat Ilmu
7. Pengaruh
Epistemologi
Jepara, 26 Desember 2012
Pemakalah,
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN EPISTEMOLOGI
Istilah epistemologi didalam bahasa
Inggris dikenal dengan istilah “Theory of knowledge”. Epistemologi berasal dari
kata “episteme” dan “logos”. Episteme berarti pengetahuan dan logos berarti
teori. Ada beberapa pengertian epistemologi yang diungkapkan para ahli yang
dapat dijadikan pijakan untuk memahami apa sebenarnya epistemologi itu.
Epistemologi juga disebut teori
pengetahuan (theory of knowledge). Istilah epistemologi berasal dari kata
Yunani episteme berarti pengetahuan, dan logos berarti teori.
Menurut Musa Asy’arie, epistemologi
adalah cabang filsafat yang membicarakan mengenai hakikat ilmu, dan ilmu
sebagai proses, adalah usaha yang sistematik dan metodik untuk menemukan
prinsip kebenaran yang terdapat pada suatu obyek kajian ilmu.
Menurut Dagobert D. Runes
epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur,
metode-metode dan validitas pengetahuan. Sementara itu, Azyumardi Azra
menambahkan, bahwa epistemologi sebagai “ilmu yang membahas tentang keaslian,
pengertian, struktur, metode dan validitas ilmu pengetahuan”.
Jadi, Epistemologi dapat
didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber,
struktur, metode dan sahnya (validitasnya) pengetahuan.
B.
OBJEK DAN TUJUAN ESTIMOLOGI
Dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, tidak jarang pemahaman objek disamakan
dengan tujuan, sehingga pengertiannya menjadi rancu bahkan kabur. Jika diamati
secara cermat, sebenarnya objek tidak sama dengan tujuan. Objek sama dengan
sasaran, sedang tujuan hampir sama dengan harapan. Meskipun berbeda, tetapi
objek dan tujuan memiliki hubungan yang berkesinambungan, sebab objeklah yang
mengantarkan tercapainya tujuan.
Dalam filsafat terdapat
objek material dan objek formal. Objek material adalah sarwa-yang-ada, yang
secara garis besar meliputi hakikat Tuhan, hakikat alam dan hakikat manusia.
Sedangkan objek formal ialah usaha mencari keterangan secara radikal
(sedalam-dalamnya, sampai ke akarnya) tentang objek material filsafat
(sarwa-yang-ada).
Objek epistemologi ini menurut Jujun
S.Suriasumatri berupa “segenap proses yang terlibat dalam usaha kita untuk
memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah yang
menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan
tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap pengantara yang
harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu
sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka
sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Jacques Martain mengatakan: “Tujuan
epistemologi bukanlah hal yang utama untuk menjawab pertanyaan, apakah saya
dapat tahu, tetapi untuk menemukan syarat-syarat yang memungkinkan saya dapat
tahu”. Hal ini menunjukkan, bahwa epistemologi bukan untuk memperoleh
pengetahuan kendatipun keadaan ini tak bisa dihindari, akan tetapi yang menjadi
pusat perhatian dari tujuan epistemologi adalah lebih penting dari itu, yaitu
ingin memiliki potensi untuk memperoleh pengetahuan.
C.
LANDASAN EPISTEMOLOGI
Landasan epistemologi ilmu disebut
metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun pengetahuan yang
benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan pengetahuan yang
disebut ilmu. Jadi, ilmu pengetahuan merupakan pengetahuan yang didapatkan
lewat metode ilmiah. Tidak semua pengetahuan disebut ilmiah, sebab ilmu
merupakan pengetahuan yang cara mendapatkannya harus memenuhi syarat-syarat
tertentu. Syarat-syarat yang harus dipenuhi agar suatu pengetahuan bisa disebut
ilmu yang tercantum dalam metode ilmiah. Dengan demikian, metode ilmiah
merupakan penentu layak tidaknya pengetahuan menjadi ilmu, sehingga memiliki
fungsi yang sangat penting dalam bangunan ilmu pengetahuan. Metode ilmiah telah
dijadikan pedoman dalam menyusun, membangun dan mengembangkan pengetahuan ilmu.
Menurut Burhanudin Salam Metode
ilmiah dapat dideskripsikan dalam langkah-langkah sebagai berikut :
1)
Penemuan
atau Penentuan masalah. Di sini secara sadar kita
menetapkan masalah yang akan kita telaah denga ruang lingkup dan
batas-batasanya. Ruang lingkup permasalahan ini harus jelas. Demikian juga
batasan-batasannya, sebab tanpa kejelasan ini kita akan mengalami kesukaran
dalam melangkah kepada kegiatan berikutnya, yakni perumusan kerangka masalah;
2)
Perumusan
Kerangka Masalah merupakan usaha untuk
mendeskrisipakn masalah dengan lebih jelas. Pada langkah
ini kita mengidentifikasikan faktor-faktor yang terlibat dalam masalah
tersebut.
Faktor-faktor tersebut membentuk suatu masalah yang berwujud gejala yang sedang
kita telaah.
3)
Pengajuan hipotesis merupakan usaha kita untuk memberikan penjelasan sementara
menge-nai hubungan sebab-akibat yang mengikat faktor-faktor yang membentuk
kerangka masalah tersebut di atas. Hipotesis ini pada hakekatnya merupakan
hasil suatu penalaran induktif deduktif dengan mempergunakan pengetahuan yang
sudah kita ketahui kebenarannya.
4)
Hipotesis
dari Deduksi merupakan merupakan langkah perantara dalam usaha kita
untuk menguji hipotesis yang diajukan. Secara deduktif kita menjabarkan
konsekuensinya secara empiris. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa deduksi
hipotesis merupakan identifikasi fakta-fakta apa saja yang dapat kita lihat
dalam dunia fisik yang nyata, dalam hubungannya dengan hipotesis yang kita
ajukan.
5)
Pembuktian
hipotesis merupakan usaha untuk megunpulkan fakta-fakta
sebagaimana telah disebutkan di atas. Kalau fakta-fakta tersebut memag ada
dalam dunia empiris kita, maka dinyatakan bahwa hipotesis itu telah terbukti,
sebab didukung oleh fakta-fakta yang nyata. Dalam hal hipotesis itu tidak
terbukti, maka hipotesis itu ditolak kebenarannya dan kita kembali mengajukan
hipotesis yang lain, sampai kita menemukan hipotesis tertentu yang didukung
oleh fakta.
6)
Penerimaan
Hipotesis menjadi teori Ilmiah hipotesis yang telah terbukti kebenarannya
dianggap merupakan pengetahuan baru dan diterima sebagai bagain dari ilmu. Atau
dengan kata lain hipotesis tersebut sekarang dapat kita anggap sebagai (bagian
dari) suatu teori ilmiah dapat diartikan sebagai suatu penjelasan teoritis
megnenai suatu gejala tertentu. Pengetahuan ini dapat kita gunakan untuk
penelaahan selanjutnya, yakni sebagai premis dalam usaha kita untuk menjelaskan
berbagai gejala yang lainnya. Dengan demikian maka proses kegiatan ilmiah mulai
berputar lagi dalam suatu daur sebagaimana yang telah ditempuh dalam rangka
mendapakan teori ilmiah tersebut.
v Beberapa
Jenis Metode Ilmiah
Menurut Burhanudin Salam beberapa jenis metode ilmiah
yaitu :
1. Observasi
Beberapa ilmu seperti astronomi dan
botani telah dikembangkan secara cermat dengan metode observasi. Didalam metode
observasi melingkupi pengamatan indrawi seperti : melihat, mendengar,
menyentuh, meraba.
2. Trial and Error
Teknik yang diperoleh karena
mengulang-ulang pekerjaan baik metode, teknik, materi, parameter-parameter
sampai akhirnya menemukan sesuatu, memerlukan waktu yang lama dan biaya yang
tinggi.
3.
Metode
eksperimen
Kegiatan ekperimen adalah
berdasarkan pada prinsip metode penemuan sebab akibat dan pengajuan hipotesis.
Peranan metode ini adalah hanya untuk membedakan satu faktor atau kondisi pada
suatu waktu, sedangkan faktor-faktor lainnya diusahakan tidak berubah atau
tetap
4.
Metode
Statistik
Istilah statistik berarti
pengetahuan tentang mengumpulkan, menganalisis dan menggolongkan data sebagai
dasar induksi. Metode statistik telah ada sejak lama, yaitu untuk membantu
pemimpin dan penguasa mengumpulkan data tentang penduduk, kematian, kesehatan
dan perpajakan. Metode statistik ini telah berkembang dan lebih menarik minat
lagi, sehingga metode statistik dipakai dalam kehidupan sehari-hari misalnya
perdagangan, peredaran uang dan lain sebagainya. Statistik memungkinkan kita
untuk menjelaskan sebab dan akibat dan pengaruhnya, melukiskan tipe-tipe dari
fenomena-fenomena dan kita dapat membuat perbandingan-perbandingan dengan
mempergunakan tabel-tabel dan grafik. Statistik juga dapat meramalkan
kejadian-kejadian yang akan datang dengan tingkat ketepatan yang tinggi.
5.
Metode
Sampling
Terjadinya sampling, yaitu apabila
kita mengambil beberapa anggota atau bilangan tertentu dari suatu kelas atau
kelompok sebagai wakil dari keseluruhan kelompok tersebut dapat mewakli secara
keseluruhan atau tidak. Seandainya bahan yang akan kita uji itu menunjukkan
kesamaan jenisnya melalui sebuah sampel dapatlah diperoleh hasil dengan
ketepatan yang tinggi.
6. Metode Berpikir Reflective
Metode reflective thinking pada
umumnya melalui enam tahap, yaitu :
a.
Adanya
kesadaran kepada sesuatu masalah
b.
Data yang
diperoleh dan relevan yang harus dikumpulkan
c.
Data yang
terorganisasi
d.
Formulasi
Hipotesis
e.
Deduksi
Hipotesis
f.
Deduksi
harus berasal dari hipotesis
g.
Pembuktian
kebenaran verifikasi
D.
RUANG LINGKUP EPISTEMOLOGI
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi,
meliputi hakekat, sumber dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci
menjadi enam aspek, yaitu hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran
pengetahuan. Bahkan, A.M Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup
pertanyaan yang harus dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa
sumbernya, apa hakikatnya, bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa
kebenaran itu, mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita
ketahui, dan sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat
menjadi dua masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu.
Mengingat epistemologi mencakup
aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem menarik kesimpulan,
bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha menyelidiki dan
mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk menentukan apa yang
diketahui dibidang tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan
epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek tertentu yang mendapat perhatian besar
dari para filosof, sehingga mengesankan bahwa seolah-olah wilayah pembahasan
epistemologi hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek
lain yang jumlahnya lebih banyak cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa
seringkali kajian epistemologi lebih banyak terbatas pada dataran konsepsi
asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan secara konseptual-filosofis. Sedangkan
Paul Suparno menilai epistemologi banyak membicarakan mengenai apa yang
membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara itu, aspek-aspek lainnya justru
diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau setidak-tidaknya kurang mendapat
perhatian yang layak.
Namun, penyederhanaan makna
epistemologi itu berfungsi memudahkan pemahaman seseorang, terutama pada tahap
pemula untuk mengenali sistematika filsafat, khususnya bidang epistemologi.
Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan menajamkan pemahaman epistemologi,
tentunya tidak bisa hanya memegangi makna epistemologi sebatas metode
pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat menyentuh pembahasan yang amat
luas, yaitu komponen-komponen yang terkait langsung dengan “bangunan”
pengetahuan.
E.
EPISTEMOLOGI PENDIDIKAN
Epistemologi diperlukan dalam pendidikan antara lain salah
satunya dalam hubungannya dengan penyusunan dasar kurikulum. Pengetahuan apa
yang harus diberikan pada anak didik, diajarkan di sekolah dan bagaimana cara
memperoleh pengetahuan dan cara menyempaikannya seperti apa? Semua itu adalah
epistemologinya pendidikan. Lahirnya KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) adalah
salah satu usaha baik dari pemerintah untuk memperbaiki kualitas pendidikan di
Indonesia. Baik dari segi kognitif, afektif, dan psikomotor.
Melihat kondisi ini, dilihat dari sudut epistemologi adalah
seharusnya pengetahuan apa yang harus diberikan kepada anak didik?. Hal
ini tentu terkait dengan pengetahuan kita akan kebutuhan yang diperlukan anak
didik. Harus mengetahui dan memahami berbagai kemampuan atau kelebihan atau
kecerdasan yang dimiliki anak. tidak bisa semua siswa diberlakukan sama.
Bagaimana cara memperoleh pengetahuan? Pada dunia pendidikan cara
memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan kebutuhan justru pada sekolah-sekolah
swasta yang pada dasarnya tidak ingin tergantung pada kapitalisme semata.
Mereka mendidik anak-anak dengan mengembangkanpotensi yang ada dengan harapan
anak-anak bisa berkembangan secara maksimal. Cara tradisional, guru dianggap
sebagai pusat segala-galanya. Guru yang paling pandai dan gudang ilmu. Siswa
adalah penerima. Cara model sekarang, banyak diantaranya mengembangkan metode active
learning untuk memacu kreativitas dan daya inisiatif siswa. Guru hanya
sebagai fasiltator saja. Guru mengarahkan siswa. Siswa dapat memperolehnya
melalui diskusi, problem based learning (PBL), pergi ke perpustakaan,
belajar dengan e-learning (internet), membaca dan sebagainya. Cara-cara seperti
ini akan memacu potensi siswa daripada siswa diperlakukan hanya sebagai objek
yag pasif saja.
Bagaimana cara menyampaikannya?. Pertanyaan ini terkait dengan
kompetensi guru serta metode atau gaya pengajaran yang mereka terapkan. Cara
penyampaian cukup mempengaruhi motivasi siswa dalam belajar. Salah satu contoh
SD Kreatif. SD ini memberikan pengajaran yang unik. Kadang guru memberikan
pendidikan dengan outbound, dengan bentuk dongeng atau cerita, atau dengan
memberikan pesan moral dan mengajak untuk berpikir rasional.[1]
F.
KEDUDUKAN
EPISTIMOLOGI DALAM FILSAFAT ILMU
Ilmu dan moral serta
seni merupakan sesuatu yang sulit untuk di pisahkan dimana ke tiga komponen ini
saling mempengaruhi satu sama lain. Setiap manusia memiliki penalaran yang luar
biasa, maka sering orang berkata bahwa makin cerdas atau pandai kita menemukan
kebenaran makin benar maka makin baik pula perbuatan kita. Atau sebaliknya
semakin tinggi tingkat penalaran, makin berbudi sesorang tersebut sebab moral
mereka dilandasi analisis yang hakiki atau sebaliknya semakin cerdas seseorang
maka makin pandai pula kita berdusta dan begitu juga dengan kemajuan teknologi
membuat semakin giat orang untuk bersaing. Demikian kemajuan teknologi membuat
atau menuntut seseorang menghasilkan sesuatu,
contoh :
seseorang ahli kimia merakit sebuah bom, kemampuan merakit tersebut
merupakan suatu ilmu yang dimiliki oleh orang tersebut, kemudian apa manfaat
dan kegunaan dari apa yang dibuatnya (bom) di sinilah peranan moral orang
tersebut
G.
PENGARUH EPISTEMOLOGI
Secara global epistemologi
berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk
oleh teori pengetahuannya. Epistemologi
mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu
sosial. Epistemologi dari
masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu
mereka itu—suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari
ilmu-ilmu—dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka.
Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan teknologi. Wujud sains dan
teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung oleh penguasaan dan bahkan
pengembangan epistemologi. Tidak
ada bangsa yang pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan
teknologi tanpa didukung oleh kemajuan epistemologi.
Epistemologi menjadi modal dasar
dan alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam menjadi
sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya
yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi
jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan
dan pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir
dan berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk
teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis,
yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara mewujudkan
sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus disediakan untuk mewujudkan sesuatu
itu, dan sebagainya.
BAB III
KESIMPULAN
Dari pemaparan pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengertian Epistimologi
Adalah
“ilmu yang membahas tentang keaslian, pengertian, struktur, metode dan
validitas ilmu pengetahuan”
2. Objek dan Tujuan Epistimologi
Dalam filsafat terdapat objek
material dan objek formal.
3. Landasan Epistimologi
Landasan dalam epistemologi ilmu
disebut dengan metode ilmiah; yaitu cara yang dilakukan ilmu dalam menyusun
pengetahuan yang benar. Metode ilmiah merupakan prosedur dalam mendapatkan
pengetahuan yang disebut ilmu.
4. Ruang Lingkup Epistimologi
ruang lingkup epistemologi, meliputi
hakekat, sumber dan validitas pengetahuan
5. Epistimologi Pendidikan
Epistemologi
diperlukan dalam pendidikan antara lain salah satunya dalam hubungannya dengan
penyusunan dasar kurikulum.
6. Kedudukan Epistimologi Dalam
Filsafat Ilmu
Ilmu dan moral serta
seni merupakan sesuatu yang sulit untuk di pisahkan dimana ke tiga komponen ini
saling mempengaruhi satu sama lain.
7. Pengaruh Epistimologi
Epistemologi mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan
ilmu murni sampai ilmu sosial. Epistemologi
dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi pada tubuh, ilmu-ilmu
mereka itu—suatu kesatuan yang merupakan hasil pengamatan kritis dari
ilmu-ilmu—dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan sistem nilai mereka
DAFTAR PUSTAKA
Ø Saifuddin
Anshari, Endang. Ilmu, Filsafat dan Agama.1987. Bandung: PT. Bina Ilmu.
Ø http://tesisdisertasi.blogspot.com/2010/03/filsafat-ilmu-ontologi-epistemologi-dan.html
No comments:
Post a Comment